Powered By Blogger

Jumat, 03 Februari 2012

School !!! episode pertama

Sinopsis :
Tentang seorang kepala sekolah baru di sebuah sekolah dasar. Kepala sekolah ini tidak memiliki latar belakang kependidikan, sebelumnya ia bekerja sebagai kepala konstruksi dan  ia seorang ayah. Dengan pengalamannya sebagai pekerja kasar dan rasa sayangnya sebagai ayah, ia mulai melakukan perubahan di sekolah. Tanpa dasar teori yang kuat, tanpa pengalaman dan tanpa kepercayaan dari guru-guru.
Di hari pertama bertugas ia melihat seorang anak sedang diganggu oleh 2 anak lain. Ternyata anak bernama tanaka itu mendapat perlakuan buruk dari teman-temannya karena ia dipisahkan dari kelas reguler. Tanaka dianggap siswa berkebutuhan khusus, sehingga harus dimasukan kedalam kelas spesial dengan treatment yang spesial juga. Alih-alih mendapatkan perhatian yang lebih dari guru, ia malah mendapat cibiran dari teman sekelasnya.
Kepala sekolah ini kemudian memfokuskan perhatiannya untuk menangani masalah tanaka. Ia coba mendekati tanaka dengan mengajaknya makan siang bersama. Ia berhasil memunculkan semangat tanaka untuk dapat kembali masuk ke kelas reguler, sehingga ia bisa kembali bersama teman-temannya. Kemudian sang kepala sekolah membuat perjanjian dengan teman sekelas tanaka, jika tanaka masuk kelas kembali mereka tidak boleh lagi memberlakukan tanaka dengan buruk. Siswa-siswa di kelas tanaka digambarkan sebagai siswa-siswa yang sulit diatur, membangkang, tidak mau mendengarkan guru, tidak ada motivasi belajar dan hanya mau bermain-main, ditambah lagi ada sekelompok anak yang merajai kelas.
Kepala sekolah itu membuat target sederhana, tanaka harus kembali ke kelas. Ia pun mulai memberikan pembelajaran khusus pada tanaka yaitu menghapal perkalian 1-9 sambil berlari keliling lapangan.
Di hari pertama tanaka bersemangat dan mempunyai harapan, ia memiliki keberanian untuk berkata jujur pada ibunya bahwa selama ini ia masuk kelas khusus. Tanaka yang seorang anak yatim, jarang mendapat perhatian ibunya kerena ibunya sibuk bekerja sebagai perawat untuk memenuhi kebutuhan hidup setelah ayah tanaka meninggal. Mendengar kenyataan bahwa anaknya dianggap gagal di sekolah, sang ibu kecewa dan mengeluarkan kata-kata negatif pada tanaka.
Tanaka sangat terpukul, ia menganggap dirinya hanya membuat orang lain terganggu. Ia tidak pergi ke sekolah hari itu. Kepala sekolah yang telah menunggu tanaka, mencemaskannya kemudian menyusul tanaka ke rumahnya. Untunglah kepala sekolah datang pada waktu yang tepat sehingga dapat mencegah tanaka melakukan hal yang merugikan dirinya.
Tanaka mau kembali ke sekolah dan menjalani pembelajaran yang sama, mengelilingi lapangan sampil meneriakan hapalan perkaliannya.  Berulang kali tanaka harus mengulang perkaliannya dari awal karena ia tidak mampu menyebutkan hasil perkalian dengan tepat, semakin lama ia menyelesaikan hapalannya maka ia harus berlari semakin lama. Meskipun demikian, kepala  sekolah tetap mendampinginya dan memberikannya semangat. Guru-guru yang bersiap untuk rapat merasa heran karena kepala sekolah tidak kunjung datang, dan mereka kaget menyaksikan apa yang dilakukan kepala sekolah di lapangan bersama tanaka.
Saat diminta untuk segera datang ke ruang rapat, kepala sekolah meminta sedikit waktu lagi sampai tanaka bisa menyelesaikan hapalannya, tapi guru-guru hanya memberikan waktu 30 menit saja. Hampir saja tanaka menyerah, tapi saat ia melihat ibunya datang dan menyaksikan perjuangnya, tanaka jadi sangat bersemangat. Ia pun mampu menyelesaikan hapalannya dengan disaksikan para guru, ibu dan juga teman-teman yang secara diam-diam melihatnya dari jendela kelas.
Unforgetable Scene
Kisahnya sangat dramatis, terutama saat tanaka berusaha menyelesaikan hapalan perkaliannya sampai kelelahan disaksikan sang ibu yang harap-harap cemas (bikin air mata berlinang)
Hikmah
Salah satu cara menghapal yaitu menghapal sambil berlari. Why it work?karena berlari bisa menjadi daya dorong bagi siswa untuk segara menghapal dengan benar, jika tidak ia akan semakin lama berlari. Selain itu berlari tidak membuat bosan jika menghapal sambil diam akan mudah bosan.
Berlari dianggap hukuman dalam kultur sekolah kita. Ketika pembelajaran dilakukan dengan metoda ini, siswa lain menggangpnya sebagai hukuman.
Pentingnya melakukan kunjungan ke rumah siswa secara bergilir.
Kontradiksi
Di era konstruktivisme ini, apakah pendidikan jepang masih berjalan dengan prinsip behavioristik? Dimana pengetahuan bisa diperoleh dengan jalan latihan dan pembiasaan. Cara ini juga ditampilkan di drama sebelumnya berjudul Dragon Zakura.
Apakah seorang anak diterima di kelas karena hapal perkalian?
Refleksi
Selama mengajar setahun ini, saya dihadapkan juga pada anak-anak yang membutuhkan perhatian lebih seperti tanaka. Tapi bukan satu orang, melainkan lebih dari separuh kelas. Perilaku mereka di kelas hampir sama dengan apa yang digambarkan di kelas tanaka, liar, tidak mau mendengarkan penjelasan guru, tak ada ketertarikan pada pelajaran dan hanya senang bermain dan berkelahi. Itulah yang membuat saya lesu setiap kali keluar dari kelas. Saya merasa tidak mungkin dapat menangani semuanya, tapi sebenarnya saya bisa memasang target sederhana, berfokus pada satu anak dan berusaha menolongnya.
Kisahku
Ini kisah tentang Fazu, seorang anak pemberani yang saat ini belajar di kelas V. Ketika saya mengajar, dia duduk di bangku paling depan, tapi perhatiannya tak pernah ke depan. Ketika saya menjelaskan ia sibuk bercerita dengan teman baik sekaligus musuhnya Almasri. Apa yang mereka lakukan sering membuat saya merasa tidak dianggap di kelas itu. Karena tak hanya pasangan itu saja yang melakukannya, masih ada ega dengan rian, wahyu dengan yodi, dan pasangan lainnya. Fazu sebenarnya anak yang cerdas, ia memiliki kebanggaan pada diri dan keluarga, ia tidak malu menunjukan identitasnya meskipun berbeda dari teman-temannya. Ayahnya seorang jama’ah tabliq, yang sering tak ada di rumah karena harus pergi berpindah-pindah dari masjid ke masjid dengan dalih untuk berdakwah. Ibunya menggunakan cadar, hampir tak mungkin melihat ibunya ke sekolah karena dalam pemahamannya istri tak boleh keluar tanpa izin suami. Fazu sangat bangga pada identitas yang melekat pada keluarganya, seorang muslim yang ta’at, begitulah labelnya. Tapi keislaman yang ditunjukan dengan simbol-simbol seperti, cadar, celana ngatung dan peci itu tak mampu ia tafsirkan dalam perilakunya. Ia disebut-sebut sangat rajin bermain game, ia juga sangat rajin melupakan PR matematika yang saya berikan. Tapi ada yang membuat saya terkesan, yaitu hobinya membaca buku, ia  tahu berbagai kisah menarik tentang para pemuda islam yang berjuang mempertahannya keislamannya dan saat saya minta ia menceritakan kembali matanya berbinar-binar dan gerak tubuhnya bersemangat. Jika mengingat itu, apa saya punya alasan untuk marah padanya karena ia tak bisa matematika? Bukankah setiap anak juga memiliki passionnya masing-masing. Lalu apakah saya masih harus merayunya untuk tetap belajar sesuatu yang tidak membuat matanya berbinar-binar?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan beri komentar